Keputusan Studi di Inggris Mengajak Anak-anak, Mohon dipersiapkan


Keputusan untuk pindah tempat tinggal, juga pindah sekolah, ke negeri orang bukanlah keputusan yang mengenakan bagi seorang anak yang sudah tumbuh kembang di negeri sendiri. Meskipun, anak tersebut sudah berpindah-pindah sekolah 3x di Indonesia.

Itulah yg dirasakan dan dialami Fawwaz, 9 tahun, saat saya harus mulai melanjutkan studi di negeri Pangeran Charles beberapa tahun yang lalu. (Baca tulisan Fawwaz tentang ini di http://www.yogya.win/2015/12/my-boys-story-unexpected-goodbye.html)

Alasan bahasa merupakan a big issue buat Fawwaz. Dia sangat khawatir tidak akan bisa mengikuti pendidikan di luar negeri karena belum menguasai bahasa Inggris saat itu. Alasan lain yg membuat Fawwaz tidak nyaman utk ikut pindah adalah lingkungan rumah dan sekolah. Dia khawatir tidak ada teman dan guru yg memberikan perhatian padanya seperti saat bersekolah di indonesia.


Beberapa bulan kami berdiskusi tentang rencana kepindahan keluarga bersamaan dengan studi saya, terus kami lakukan. Berbagai pendekatan dan pemberian informasi juga terus dilakukan. Maklum, buat saya, prinsip Orang Jawa "mangan ora mangan sing penting kumpul" masih saya pegang. Jadi, kalo saya studi ke LN, keluarga pun harus ikut.

Segala bentuk rayuanpun saya gunakan supaya Fawwaz mau ikut pindah bersama kami. Saat itu Fawwaz duduk di kelas 5 SD, sedang adik=adiknya masih kecil sehingga tak ada masalah kepindahan ini. Mulai dari iming2 membelikan Apple ipod (krn banyak games bagus yang bisa di-install) sampe dengan menjanjikan jalan2 keliling eropa (janji ini blm terlaksana ..hehe).

Utk membuatnya percaya diri dengan masalah bahasa, kami sempat memberikan les privat bahasa Inggris aplikatif, yang kira-kira akan dipakai langsung sehari-hari. Kebetulan ada teman yg bersedia datang kerumah untuk mengajarkan bhs Inggris ke Fawwaz.

Akhirnya, Fawwaz pun bersedia ikut pindah dengan kami sehingga kami sekeluarga pergi dan menetap di negeri ini (yang tidak terasa sampe 5 tahun).

Hari pertama sekolah di primary school (sekolah dasar) di sini, Fawwaz diantar oleh ayahnya. Di sini, dia ditempatkan juga di year 5 (kelas 5) karena memang aturannya kelas menyesuaikan kelompok umur. Kata ayahnya, Fawwaz masih kurang percaya diri dan takut untuk datang kesekolah.

Sepulang sekolah, saya tanyain tentang hari pertama-nya di SD sini. Dia bilang kalau dia hanya diam saja mendengarkan guru dan teman-temannya bicara, (tapi memang itu sesuai saran ayahnya sebelum pergi sekolah, diam dan dengarkan saja dulu). Dan saat itu dia mengaku tidak paham sama sekali apa yg mereka bicarakan. Tidak ada teman saat hari pertama dia disekolah. Dalam hati saya, kasian nak lanangku nih. Tapi tidak ada rasa sedih terlihat di wajah-nya, dia pun juga tidak mengeluh apa-apa.

Hari kedua, Alhamdulillah Fawwaz sudah mulai mendapat teman, kebetulan ada satu teman kelas-nya asal Malaysia, walaupun anak itu juga berbicara dalam bhs Inggris, lumayan lah bisa terbantu. Dan hari-hari berikutnya Fawwaz pun sudah mulai terbiasa dengan lingkungan sekolah. Dia juga sudah bisa mengikuti pelajaran di kelas, meski belum bisa paham seluruhnya.

Beberapa bulan kemudian, ada beberapa teman akrabnya, asli British, sering main kerumah. Saya senang krn lumayan utk memperlancar/improve bahasa inggris Fawwaz juga. Akhirnya, Faw pun sudah biasa menggunakan bhs inggris, sampe terbawa dirumah juga. Panggilan ke saya pun jd berubah "Mum" hehe. Ngobrol dan berantem sama adiknya juga sudah pake bahasa Inggris. Kata seorang teman, salah satu bukti sudah bisa berbahasa Inggris dengan baik adalah kalau berantempun sudah dalam bahasa Inggris (secara alami/gak mikir dulu),

0 comments:

Post a Comment